I Wayan Balawan (lahir 9 September 1973 di Gianyar, Bali) adalah pemusik Jazz Indonesia. Balawan adalah seorang gitaris Jazz yang nama mencuat dan semakin difavoritkan di Indonesia. Balawan membentuk Batuan Ethnic Fusion yang mengusung eksplorasi musik tradisional Bali.
Di kesehariannya, anak-anak di Bali umumnya terekspos upacara agama Hindu, dimana doa-doa, aroma bakaran dupa, gamelan Bali dan umat yang apresiatif menyatu. Ini membawa konsekuensi logis: apresiasi terhadap seni dan musik tumbuh di masa kanak-kanak. I Wayan Balawan tak luput dari konsekuensi lingkungan ini di masa kecilnya, dan itulah yang membentuk kejeniusannya bermusik.
Sinkretisme Musik, Teknik Tapping dan Kecepatan. Setelah menyaksikan konser Balawan dua hari di University Cultural Center - NUS, saya menemukan perkawinan antara gamelan Bali dengan jazz. Perkawinan itu diusung oleh Balawan dan Batuan Ethnic Fusion. Balawan adalah musisi muda yang berbakat dan memiliki motif mulia: dia mencoba menggabungkan gamelan Bali dengan jazz, yang saya rasa, itu hanya akan dilakukan oleh musisi yang sudah matang. Proses menggabungkan jazz dengan gamelan Bali bisa dimaknai sebagai sinkretisme dalam musik. Gamelan adalah pentatonik sedangkan jazz adalah diatonik. Jazz bisa dimainkan dengan tempo lambat ataupun cepat, sedangkan gamelan Bali umumnya cepat. Hal pertama yang harus dilakukan untuk memasukkan jazz dalam gamelan Bali adalah dengan menyamakan tempo. Hal kedua adalah memasukkan nada-nada jazz dalam gamelan, dan sebaliknya.
Balawan memainkan gitar double-neck 12 senar dengan teknik tapping
Balawan memainkan gitar elektrik dengan teknik right-handed tapping (teknik ini dipopulerkan oleh Eddy van Halen tahun 70an) dimana dia menekan senar gitar antar dua fret dengan empat jari (tangan kanan) seperti memainkan piano, dan empat jari dari tangan kiri memainkan bass dan chords. Kelincahan jemarinya sungguh tinggi, namun kehalusan melodi gitar tetap dipertahankan. Balawan juga dikenal sebagai gitaris Asia pertama yang mampu memainkan tapping delapan jari pada double-neck guitar secara bersamaan.
Siapakah Balawan? Balawan, gitaris jazz muda yang tengah naik daun, lahir di Gianyar, Bali, 9 September 1973. Ketika kecil Balawan belajar memainkan organ Bali dimana kecepatan dan harmoni pentatonik menjadi esensi permainan. Balawan mendapatkan beasiswa untuk belajar musik jazz dan vokal di Australian Institute of Music, SidneyJoe Satriani dan Eddy van Halen. Sekembalinya dari Australia, Balawan membentuk sebuah kelompok musik untuk mengakomodasi musik jazz dan gamelan Bali. Kelompok ini bernama Batuan Ethnic Fusion (BEF). Kelompok ini beranggotakan Balawan, Wayan Suastika, Wayan Sudarsana, Nyoman Marcono, Nyoman Suwidha, Gusti Agung Bagus Mantra, Gusti Agung Ayu Risna Dewi dan Ito Kurdhi. BEF memainkan instrumen tradisional seperti reong, suling, rindik, genggong, kendang and cengceng. (1993 - 1995). Balawan terinspirasi oleh banyak musisi,
Balawan dan BEF merilis tiga album: “GloBALIsm” (1999), diproduksi Dewa Budjana; “Balawan” (2001), direkam di Jerman; “Magic Fingers” (2005).
Matematikawan, Atlit dan Artis. Untuk menjadi musisi yang terkemuka seseorang mesti menjadi “matematikawan”, atlit dan artis. Balawan memiliki tiga hal itu. Ketika memainkan gitar, akurasi dalam menyentuh senar di antara dua fret bisa menghasilkan aliran yang jernih, halus dan bersih. Akurasi adalah syarat yang esensial dalam mengerjakan matematika. Untuk menguasai teknik tapping, yang umumnya sulit, Balawan melatih dirinya siang-malam untuk menghasilkan tapping kecepatan tinggi dan suara yang diinginkan. Usaha ini memerlukan energi luar biasa seperti halnya atlit. Balawan memulai debutnya dengan melebur jazz dan gamelan Bali. Proses memperluas musik dan menggabungkannya dengan musik etnik tidaklah mudah. Hal ini memerlukan jiwa artis dengan kreativitas tinggi untuk menciptakan musik agar jazz dan gamelan Bali tetap hidup.
Makan-Makan di Tepi Sungai. Saya melihat permainan Balawan pertama kali pada 10 dan 12 Maret 2006 di Singapura, meski sebelumnya saya sering mendengar namanya ketika dia manggung di JGTC (Jazz Goes To Campus, Universitas Indonesia). Sungguh menghibur sekaligus mengagumkan. Aransemen musik yang bagus, harmonisasi yang sangat etnikal, kompleks tapi enak untuk dinikmati! Dan, permainan tapping yang sangat cepat! Setelah konser kecil di UCC itu, saya, istri saya, Balawan, Momoko Fusa (pianis klasik dari Jepang), Ony Pah (drum), Dody (bass) dan Batuan Ethnic Fusion makan-makan di tepi Singapore River, tepatnya di Clarke Quay.
“Bagaimanapun baiknya saya bermain jazz, saya tak akan pernah cukup ‘hitam’ untuk memainkannya. Jadi, daripada bersusah payah memainkan otentisitas jazz yang tak akan pernah saya capai, saya memutuskan memainkan musik dimana saya feel at home”, ujar Balawan pada saat merilis Magic Finger.
https://www.facebook.com/groups/210187722356744/permalink/281953901846792/
0 komentar :
Posting Komentar
Saya sangat berterima kasih atas comment anda